Dewi Arsyana dan kisahnya "Arinal Haq Fauziah"
Penulis : Arinal Haq Fauziah
Dewi Arsyana adalah namaku. Aku adalah seorang mahasiswi semester akhir di sebuah universitas ternama di indonesia. Aku mengambil program studi ilmu politik, sebenarnya itu bukan pilihanku melainkan kedua orang tuaku. Empat tahun lamanya aku bergelut dengan ilmu politik di perkuliahanku, namun hal itu tidak membuatku tertarik untuk terjun dalam dunia perpolitikan. Rasanya terlalu pelik dan rumit, dan aku tidak menyukainya. Terbesit penyesalan besar dalam benakku sebab tidak memilih program studi yang kuminati saja agar aku tidak kebingungan seperti sekarang.
“Kamu mendengar informasi terbaru hari ini tidak?” tanya Rina saat kami sedang berjalan menuju kantin disaat jam istirahat.
“Info apa? jangan bilang tentang dunia politik. Muak aku mendengarnya,” jawabku dengan ekspresi tak berminat.
“Oh ayolah Dewi, kita ini adalah anak politik. Tentunya kita harus memfokuskan diri pada dunia perpolitikan. Kita harus memperjuangkan kebenaran dalam negara ini dan menyuarakan suara rakyat kecil yang tertindas. Kita perlu juga menghidupkan demokrasi yang telah lama hilang. Bukankah itu adalah tujuan kita masuk dalam ilmu politik,” terang Rina padaku.
“Aku tidak peduli dengan semua itu, biarlah negara ini mau jadi apa nantinya bukan urusanku. Yang penting hidupku tenang, itu sudah lebih dari cukup. Lagipula apa yang bisa kita lakukan dibawah kendali sang rezim? Lebih baik aku membuka usaha saja nantinya daripada memusingkan diri dengan dunia politik,” terangku pada Rina.
“Baiklah jika itu adalah keputusanmu, aku hanya bisa mendukungmu sebagai sahabat baikmu,” ucap Salsa lalu tersenyum ke arahku.
“Terimakasih Salsa, ayo kita bergegas ke kantin! aku sudah sangar lapar,” ajakku pada Salsa dan kami pun menyegerakan langkah kami untuk segera pergi ke kantin.
^^^
“Pemirsa, seorang pria menjadi tersangka atas kasus maling ayam di desa sukorejo, pria tersebut mencuri seekor ayam tetangganya pada saat malam hari. Diduga pria tersebut mencuri ayam tetangganya dikarenakan tidak memiliki uang untuk kebutuhan sehari-hari. Pria tersebut akhirnya divonis dengan hukuman 5 tahun penjara.”
Terdengar suara yang bersumber dari TV yang menyala di ruang tamu. Aku bergegas untuk mengganti Channel tersebut sebab sejujurnya aku malas mendengar berita-berita seperti itu. negara ini selalu dipenuhi dengan kejahatan-kejahatan yang tidak berkesudahan. Akupun mengganti Channel tersebut dan berniat ingin mencari program TV kesukaanku. Namun lagi-lagi, aku disuguhkan dengan berita yang lain saat aku ingin melihat drama kesukaanku. Aku pun memutuskan untuk tetap di Channel tersebut sembari menunggu drama favoritku dimulai.
“Pemirsa, anggota DPRD provinsi Jawa Selatan telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus korupsi sebanyak 31 Triliun. Komisi pemberantas korupsi telah menyita aset-aset berharga yang dimiliki anggota tersebut dan menjatuhkan hukuman sebanyak 8 bulan penjara.”
Aku terkejut dengan berita yang kulihat saat ini, aku pun segera mencari tahu apakah berita itu relevan dan benar-benar terjadi sesuai kenyataan.
“Ternyata benar, bagaimana bisa seperti ini. Korupsi sebanyak itu hanya dihukum 8 bulan penjara? Sedangkan maling seekor ayam 5 tahun penjara. Keduanya memang sama-sama kejahatan. Namun nominalnya berbanding sangat jauh dan hukumannya tidak sepadan dan tidak realistis,” monologku dengan ekspresi tidak menyenangkan.
“Itulah mengapa ayah memaksamu masuk dalam dunia politik Dewi”.
Aku menoleh pada ayah yang berdiri dibelakangku.
“Sejak kapan ayah berdiri disana?” tanyaku.
“Sejak kau bermonolog dan resah dengan negara ini,” terang ayah.
“Bagaimana tanggapanmu tentang hal itu?” tanya ayah sembari duduk di sebelahku.
“Itulah mengapa Dewi tidak suka dengan dunia perpolitikan ayah! semuanya terlalu rumit. Dewi pun tidak ada niatan untuk terjun dan mengurusi semua hal tersebut,” keluhku pada ayah.
“Bagaimana jika pria maling ayam itu adalah ayah?”
“Ayah bicara apa, tentu saja ayah tidak akan melakukan hal itu. kita tidak kekurangan apapun ayah. bukankah kita hidup berkecukupan? Untuk apa mengotori tangan kita dengan melakukan hal tersebut,” protesku tidak suka.
“Itu dia yang ayah maksudkan, ayah tidak membenarkan kejahatan yang dilakukan pria tersebut. Namun bandingan seekor ayam dan uang sebanyak 30 triliun itu sangat jauh. Bagaimana bisa hukuman yang diberikan seolah tertukar seperti itu? itu sebab kekuasaan yang disalahgunakan Dewi. Rakyat kecil tidak punya kuasa untuk menyabotase hukum seperti yang dilakukan petinggi DPRD yang korupsi tersebut. Dan ini menjadi tugasmu untuk bisa memberantas hal tersebut. Jadikan dunia perpolitikan yang saat ini penuh dengan muslihat menjadi bersih dengan kejujuran dan menegakkan demokrasi. Ayah tau bahwa kamu bisa,” kata ayah sembari tersenyum ke arahku.
“Apa yang bisa Dewi lakukan ayah?” tanyaku dengan raut wajah kebingungan.
“Ayah yakin bahwa Dewi mempunyai cara tersendiri untuk bisa mengembalikan keadilan dan demokrasi di negara ini, selama niatmu baik pasti ada jalan nak,” jawab ayah seraya mengusap rambutku.
^^^
Saat ini adalah hari kelulusanku. Hari dimana aku menyandang gelar sarjana ilmu politik. Aku meneguhkan pendirianku untuk terjun dalam dunia politik dan menjadi politikus yang amanah untuk memperbaiki stuktur dari negara ini. Petuah ayah pada hari itu benar-benar menyadarkanku untuk bisa menegakkan demokrasi dan menyuarakan pendapat rakyat kecil. Tekadku semakin kuat kala beberapa saat yang lalu tidak sengaja mendengar perbincangan salah satu politikus yang ada didaerahku.
Untuk list nama-nama warga yang sudah terdata menerima bantuan negara itu, kamu atur dan ubah sedemikian rupa dengan daftar yang aku kirim saat ini di WhatsApp. Itu nama-nama para kerabat-kerabat dari para pejabat. Kita dahulukan itu, sisanya kita bagikan pada sebagian orang yang ada di daftar aslinya. Itulah kata-kata yang aku ingat dan tidak sengaja terdengar saat ia sedang menelepon seseorang. Tidak salah lagi, aku harus bertindak demi hak-hak para rakyat.
“Selamat atas wisudamu Dewi,” ucap Rama yang merupakan tetangga kompleksku.
“Terima kasih,” jawabku.
“Aku dengar kau akan maju pada pemilihan DPRD tahun ini,” katanya.
Aku mengangguk sebagai jawaban. “Berapa biaya yang akan kau keluarkan untuk memberi uang pada warga agar mereka memilihmu,” tanyanya.
Dengan yakin aku menjawab, “Aku tidak akan mengeluarkan sepeserpun, aku hanya ingin meyakinkan dan memberikan gagasan bahwa usahaku ini semata-mata demi rakyat semata, bukan untuk kepentingan pribadiku.”
“Kau yakin nanti kau akan menang?” tanyanya.
“Selama niatku baik, aku tidak mengkhawatirkan hasilnya. Sebab niatku murni untuk memperbaiki negara ini,” jawabku semabri tersenyum.
“Baiklah, semoga niat baikmu bisa terealisasikan dan kau bisa menang,” ucapnya lalu berpamitan padaku. Aku pun hanya tersenyum sebagai balasan.
^^^
“Saya Dewi Arsyana mengucapkan terima kasih kepada warga yang sudah percaya pada saya untuk mengemban amanah ini dan menjadikan saya sebagai legislatif terpilih. Dalam langkah saya, sesuai janji yang saya ucapkan. Saya akan mengembalikan apa yang menjadi hak kalian, akan menghidupkan demokrasi yang telah lama hilang, dan akan memperjuangkan keadilan bagi warga negara Indonesia. Sekali lagi terimakasih dan doakan semoga saya bisa emmbawa perubahan positif pada tata kelola di daerah ini. sekian, wasssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” orasiku saat pelantikan anggota legislatif yang terpilih.
Aku bersyukur dan bahagia bisa dipermudah oleh Allah untuk memperbaiki tatanan negara ini. aku berjanji pada diriku sendiri untuk terus berjuang demi hak-hak dan keadilan para warga negara dan aku akan memulainya dari sini.
“Selamat bu Dewi Arsyana atas bergabungnya menjadi salah satu diantara kami, semoga kedepannya kita dapat bekerja sama dengan baik,” ucap anggota DPRD terpilih lainnya yang kebetulan sudah menjabat sebagai anggota DPRD selama 2 periode.
“Terima kasih bapak, semoga kita bisa sama-sama berjuang demi kesejahteraan rakyat,” balasku sembari tersenyum ke arahnya.
Ia pun hanya mengangguk dan berlalu dari hadapanku.
Aku mencoba mengelilingi kantor yang akan menjadi tempat perjuanganku selama 5 tahun kedepan. Semoga aku benar-benar bisa Amanah untuk para rakyat yang sudah percaya padaku, harapku dalam hati.
^^^
“Ibu Dewi, bantuan dari pemerintah pusat sudah cair dan bisa didistribusikan pada rakyat. Sebelum itu apakah ada yang perlu dilakukan?” tanya salah satu petugas yang menjadi bawahanku.
“Langsung saja berikan sepenuhnya paa daftar nama yang tertera. Lebih capat lebih baik,” ucapku.
“Tunggu!” kata salah satu anggota DPRD yang menarik atensiku.
“Ada apa pak? Apakah ada yang salah?” tanyaku.
Dia tersenyum lalau menjawab, “Tidakkah bu Dewi merasa bahwa ada yang harus diperbaiki?”
Aku kebingungan dan mengecek semuanya dengan benar dan pasti bahwa tidak ada kesalahan yang ku perbuat, sebab khawatir imbasnya akan terkena pada warga setempat yang tidak bersalah.
“Ibu Dewi masih baru dalam dunia politik dan tentunya belum mengerti secara penuh. Tapi tidak apa, akan saya ajarkan. Anggaran bantuan kepada warga setempat, bis akita kurangi minimal 2% per orang. 2% tidak akan berpengaruh apa-apa pada dana bantuan mereka. Hal itu juga tidak akan menimbulkan kecurigaan berlebih. rakyat Sejahtera, kita pun bahagia,” terang anggota DPRD tersebut dengan bangganya.
Aku terkejut kala mendengar penuturan itu dan reflek berdiri dari tempat dudukku, “Maksud bapak, bapak mengajak saya untuk menggelapkan dana? Saya tidak mau pak! Meski hanya 2% uang tersebut adalah milik warga. Dan 2% jika dikalikan dengan banyaknya warga yang menerima bantuan itu bukan uang yang sedikit. Sama saja kita mencuri hak orang lain, bagaimana bisa bapak berpikiran seperti itu.”
“Oh ayolah bu Dewi, anda tidak usah munafik seperti itu. semua politikus pasti melakukan hal ini dan tujuan kita untuk terjun ke dunia perpolitikan pasti untuk itu kan!? Anda tidak perlu seolah-olah yang paling suci disini,” cemooh anggota DPRD tersebut padaku.
“Mohon maaf sebelumnya, tujuan saya berkecimpung dalam dunia politik adalah murni untuk membantu para warga kecil untuk mendapatkan hak mereka serta menampung aspirasi-aspirasi yang mereka miliki. Saya hanya berniat untuk menghidupkan demokrasi yang telah lama mati di negara ini gara-gara pemimpin yang tidak bertanggung jawab seperti anda. Selama saya disini, akan saya pastikan bahwa apapun yang menjadi hak rakyat, akan sampai pada tangan mereka secara sempurna. Jika bapak tetap berniat melakukan hal tersebut silahkan saja, tetapi jangan salahkan saya jika besok atau lusa bapak bukan berada disini lagi akan tetapi mendekam di penjara,” ucapku lalu bergegas pergi dari hadapannya.
Aku duduk didepan kantor DPRD sembari melihat ke arah jalanan kota yang padat. Aku berjanji, bahwa aku akan tetap berpegang teguh pada pendirianku untuk mengembalikan demokrasi negeri ini, tidak peduli sebesar apa batu sandungan yang menghalangi jalanku di masa depan. Aku akan tetap teguh untuk menjadi anggota DPRD yang Amanah bagi para rakyat yang menaruh harapan besar padaku. akan kudedikasikan kehidupanku demi kemajuan negeri ini, kesejahteraan para rakyat dan menegakkan demokrasi demi cita-cita dari para warga negara Indonesia.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar sesuai topik yang dibicarakan, gunakan kata-kata yang baik dan tidak mengandung sara, p*rn*gr*fi, dan sebagainya. Setiap komentar yang anda kirimkan akan sangat berharga bagi kami. Terimakasih!