CORETANKU "FRADIKSIKU"
Penulis: Arinal Haq Fauziah (fradiksi 2023)
Pendidikan Bagi Perempuan: Upaya Menghapus Patriarki
Bagi segelintir orang, konteks gender masih ramai diperbincangkan. Perdebatan pro kontra tidak berkesudahan mengenai eksistensi perempuan yang semakin membara dalam segala bidang. Adat dan budaya di sebagian daerah yang melabelkan perempuan dengan sebelah mata, perempuan dengan posisi terbawah, dan perempuan sebagai simbol dari kerendahan. Mirisnya, label tersebut disematkan oleh perempuan dan untuk perempuan lainnya. Hal tersebut dikarenakan mindset dan pola pikir perempuan yang tergerus oleh keadaan dan kebiasaan pada daerah tersebut. Sehingga, perempuan yang mencoba untuk maju meraih masa depan dianggap ingin menyaingi laki-laki, perempuan yang bangkit untuk meraih kesetaraan dianggap lupa akan kodrat dan posisi dan perempuan yang mencoba untuk melebarkan sayap dalam konteks kesuksesan dianggap lupa diri.
Hal tersebut yang menjadikan perempuan menjadi serba salah. Ketika perempuan mencoba tunduk pada hukum patrarki maka berimbas pada diskriminasi yang terus terjadi, dan ketika perempuan mencoba untuk menepis hukum tersebut, banyak argument-argumen yang menentang dan melabelkan perempuan pada poros tidak beretika dan ingin menjadi pelopor feminisme. Padahal hakikatnya, antara perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam segala aspek, baik itu pendidikan, karir hingga kedudukan dalam kursi politik. Dominasi laki-laki pada perempuan lahir dari mindset-mindset yang mulai dari sekarang perlu dimusnahkan dan dihilangkan. Untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya pemberian pendidikan pada perempuan untuk memacu dorongan dan acuan dalam diri seorang perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan, menambah wawasan dan menghapuskan budaya kepatriarkian. Pendidikan pada perempuan akan memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan yang nantinya di masa depan tidak hanya berguna untuk dirinya sendiri, namun pada generasi-generasi yang akan datang. Sesuai dengan istilah if you educate a man, you educate an individual. But, if you educate a woman you educate a generation. Sebab perempuan adaalah sekolah pertama bagi anak-anaknya kelak.
Penulis: Achmad muafi Siddiq (Fradiksi 2022)
"Mengenang Tradisi Puasa: Sebuah Pandangan tentang Perubahan Budaya"
Di tengah arus modernisasi yang semakin menguat, tradisi puasa di beberapa komunitas mungkin sudah mulai mengalami perubahan yang signifikan. Pernyataan "Puasa hampir tidak berjumpa lagi, semoga bisa berjumpa di tahun yang akan datang" menggambarkan perasaan nostalgia terhadap sebuah praktik keagamaan yang mungkin semakin terpinggirkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, di balik pernyataan ini terdapat pelbagai faktor yang mempengaruhi perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat terkait puasa. Dalam opini ini, kita akan melihat fenomena ini dari berbagai sudut pandang.
Pertama-tama, perubahan gaya hidup modern dan tekanan urbanisasi telah memainkan peran besar dalam penurunan praktik puasa di beberapa masyarakat. Dengan kesibukan yang semakin meningkat dan tuntutan pekerjaan yang menguras waktu dan energi, banyak orang merasa sulit untuk menyisihkan waktu untuk berpuasa secara konsisten. Selain itu, tren kehidupan yang serba instan dan konsumsi yang berlebihan membuat orang cenderung melupakan makna spiritual dan refleksi yang terkandung dalam puasa.
Selain itu, globalisasi telah membawa masuk budaya dan nilai-nilai yang berbeda, yang kadang-kadang bertentangan dengan praktik lokal, termasuk tradisi puasa. Pengaruh media massa dan popularitas gaya hidup Barat telah mengubah persepsi masyarakat terhadap puasa, di mana beberapa orang mungkin melihatnya sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman atau tidak relevan dalam era modern. Maka, puasa mungkin tidak lagi dianggap sebagai bagian integral dari identitas budaya atau agama.
Namun demikian, ada juga faktor lain yang mungkin memengaruhi penurunan praktik puasa, seperti perubahan kebijakan pemerintah terkait cuti dan waktu kerja, serta pergeseran nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Misalnya, di beberapa negara, jam kerja yang panjang dan minimnya cuti mungkin membuat orang enggan untuk berpuasa karena khawatir akan kinerja dan produktivitas mereka. Selain itu, perubahan dalam nilai-nilai sosial seperti individualisme yang semakin mendominasi masyarakat juga dapat mengurangi rasa solidaritas dan keinginan untuk berbagi pengalaman puasa bersama.
Namun, meskipun ada penurunan dalam praktik puasa, penting untuk diingat bahwa tradisi ini masih memegang nilai penting bagi banyak orang. Bagi sebagian besar umat Islam, puasa adalah salah satu dari lima pilar Islam dan merupakan wajib bagi umat Muslim dewasa. Meskipun tingkat kepatuhan mungkin berbeda-beda, banyak umat Muslim yang tetap menjalankan puasa dengan penuh kesungguhan dan dedikasi setiap tahunnya.
Selain itu, puasa juga memiliki nilai-nilai sosial yang kuat, seperti rasa solidaritas, kepedulian terhadap yang kurang beruntung, dan pengendalian diri. Tradisi ini mengajarkan kita untuk merasakan kesulitan yang dialami oleh orang-orang yang kurang beruntung, serta memupuk sikap disiplin dan pengendalian diri dalam menghadapi godaan dan tantangan dalam hidup.
Oleh karena itu, bukannya mengatakan "semoga bisa berjumpa di tahun yang akan datang" dengan nada penuh keputusasaan, kita seharusnya melihat tantangan ini sebagai kesempatan untuk menghidupkan kembali makna dan nilai dari tradisi puasa. Masyarakat perlu diberi pendidikan dan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya puasa dalam konteks agama dan budaya mereka, serta diberikan dukungan untuk mempraktikkannya secara aktif.
Selain itu, inovasi dalam penyampaian pesan dan pemahaman agama dapat membantu menjangkau generasi muda yang mungkin merasa terasingkan atau kurang tertarik dengan tradisi-tradisi lama. Pendekatan yang inklusif dan berbasis pada nilai-nilai universal seperti toleransi, persaudaraan, dan kesejahteraan bersama juga dapat membantu memperkuat praktik puasa dalam masyarakat yang multikultural.
Dengan demikian, meskipun tantangan dan perubahan dalam gaya hidup modern mungkin membuat tradisi puasa terlihat semakin memudar, kita masih memiliki kesempatan untuk menjaga dan menghidupkannya kembali dalam masyarakat kita. Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, kita dapat memastikan bahwa puasa tetap menjadi bagian penting dari identitas agama dan budaya kita, serta terus memberikan manfaat positif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Penulis: Ubaidillah (Fradiksi 2023)
SEDIKIT RINDU
_(Untuk yang jauh disana)_
Hawa sejuk di iringi gema takbir
Merasuki saraf cinta
Mengalir deras rasa rindu
Tak berhenti menggebu
Tertuju kepada mereka
Yang berada dalam kalbu.
Pamekasan 06, April 2024
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar sesuai topik yang dibicarakan, gunakan kata-kata yang baik dan tidak mengandung sara, p*rn*gr*fi, dan sebagainya. Setiap komentar yang anda kirimkan akan sangat berharga bagi kami. Terimakasih!