Meluruskan Kembali Pemahaman Prioritas Kita
Oleh: ID
Saya tertarik dengan statement salah satu dosen saya di kampus, beliau
adalah dosen Sejarah Peradaban Islam dan pada waktu ini kalau tidak salah saya
sedang menjalani kewajiban saya sebagai mahasiswa smester 3. Tentang produk teknologi beliau mengatakan
“saya memahami hand phone atau smart phone sebagai function not fashion”. Beliau dengan lantang menjelaskan statement
tersebut namun agak singkat. Yang saya tangkap pesan darai statement beliau
adalah sebagus dan secanggih apapun produk teknologi yang kita miliki kalau
tidak paham fungsi dan prioritas kegunaannya, kita akan terjebak pada kejumudan
elitis. Kementerngan teknologi yang menempel pada kita hanya mengangkat selera
kepuasan nafsu yang tak berguna.
Dari pesan statement tersebut saya berkata pada diri sendiri bahwa saya
harus tau dan menata prioritas saya sebagai manusia yang hidup dan dimewahkan
oleh Tuhan dengan anugerah akal yang masih berfungsi. Prioritas yang seharusnya
menjadi cara memperoleh sesuatu yang menempati posisi kebutuhan dan fungsi
dasar, bukan akksesoris pemuas keinginan mengitu tren zaman. Karena memang
hidup tanpa memiliki prioritas –baik prioritas capaian ataupun yang lain
termasuk priorotas fuungsi- maka manusia yang hidup tidak akan bisa membedakan
mana yang penting dan mana yang dipentingkan atau bahkan menjadi korban kepentingan.
Kita harus memehami betul apa yang menjadi kebutuhan, keperluan atau
sekedar keinginan. Terkadang kita menempatkan keperluan pada posisi kebutuhan
atau yang lebih parah memposisikan keinginan pada posisi kebutuhan. Dan itu
merupakan kesalahan yang fatal. Ya kita harus memiliki skala prioritas yang
benar.
Kembali pada kelimat pertama tadi bahwa dalam hal perkembangan teknologi
terkadang kita salah paham tentang fashion
dan function. Kesalah pahaman yang
sudah termaklumi cukup lama ini terus meregenerasi pada kalangan muda. Kita
terlalu asik menikmati kecanggihan teknologi dengan fsilitas terbaru yang terus
menyerbu dan lalu melupakan pertanyaan “untuk apa sebenarnya pekembangan dan
kemajuan ini?” pertanyaan tersebut seharusnya kita jawab terlebih dahulu
sehingga kita akan terasa lebih nikmat mengikuti laju perkembagan tersebut.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk mmengkampanyekan anti perkembangan teknologi
tetapi lebih pada mengajak untuk bijak menyikapi dan menggunakan teknologi.
Banyak dari teman saya yang selalu mengikuti dan menikmati perkembangan
teknologi lalu meninggalkan kebiasaan yang seharusnya disadari sebagai dampak
negatif dari perkembangan teknologi. Contoh kecil saja ketika kita sedang
menikmati kebersamaan dengan berkumpul di warung kopi. Sebenarnya aktifitas
tersebut simpel bahwa kita ingin berkumpul sharing
ide dan pengalaman sambil ditemani secangkir kopi, tapai malah teman-teman
saya –dan juga saya sendiri malah asik chattingan
dengan teman saya yang ada di dalam skun media sosialnya masing-masing sehingga
pertanyaan yang muncu kala itu siapa dan dimana sebenarnya yagn teman kita,
yang duduk disebelah kita atau yang berada diujung chatingan kita?
Contoh lainnya adalah kita ke kampus
membawa tas kecil yang modis –contoh ini biasanya mayoritas mahasiswi yang
menggunakan- sedangkan buku kuliah yang kita bawa pas-pasan kita jin-jing
kesana kemari. Sebenarnya fungsi tas yang kita bawa itu apa? Dan masih banyak
lagi contoh-contoh yang mengesampingkan pemahaman priorotas fungsi dari apa
yang kita miliki. Ironisnya kesalahan prioritas tersebut sudah seakan-akan
menjadi budaya yang terlestarikan dengan sempurna.
Tentang teknologi yang seperti dua sisi mata uang yang bisa memiliki dampak
positif dan negatif saya setuju, tapi kita diciptakan sebagai makhluk mewah
oleh Tuhan. Kita ditempeli akal dan pikiran yang posisinya dia atas dalam
struktur tubuh kita yakni di kepala. Dengan posisi akal yangdemikian terdesign
sempurna maka kita harusnya paham betul tentan g apa yang seharusnya kita
miliki dan apa fungsi utamanya.
Harus ada perubahan mind set
tentang kesalah pahaman priorotas tersebut! Dan yang memulai harusnya kita
terlebih teman-teman yang mengaku sebagai mahasiwa yang selalu mengakui diri
sebagai seorang agent of change.
Masalah ini harus menjadi salah satu agenda mereka (mehasiswa) yang harus
diprioritaskan. Pertanyaanya adalah apakah mereka sudah merubah pemahaman
prioritas dirinya sendiri? Atau singkatnya sebeluum kita mengaku sebagai agent of chabnge yang oprientasi
utamanya adalah sosial maka kita harus merubah diri kita sendiri.
Banyak dari teman-teman saya yang berstatus mahasiswa aktif –dan mungkin
juga saya sendiri- yang masih merasa sudah menajdi mahasiswa yang standard atau
bahkan ideal dengan memiliki hp keluaran terbaru tapi laptop atau note book kita tidak punya. Padahal dua
barang terakhir seharusnya wajib dimiliki mahasiswa sebagai sarana penunjang
belajar. Tetapi kita lebih suka meminjamnya ketika akan membuat makalah atau
ada tugas lain yang mengharuskan untuk diketik.
Itu menjadi bukti bahwa kitapun sebenarnya gagal paham tentang prioritas kebutuhan
dan kegunaan kita sebagai mahasiswa. kalau yang terjadi demikian apakah kita
pantas mengaku bahwa kita adalah agen perubahan sosial? Alasan yang paling bisa
diandalkan oleh teman-teman biasanya “saya aktivis” seorang aktifis tidak harus
memiliki persyaratan kebutuhan dasar seorang mahasiswa. mereka lebih disibukkan
dengan kepentingan banyak orang daripada kebutuhan pribadi seperti tersebut
diatas. Disini dibutuhkan kesadaran diri. Dimana seorang aktivis yang biasaya
bersenTuhan dengan kepentingan dan kebutuhan orang banyak seharusnya cerdas
menyikapi keadaan yang demikian. Karena bisa dibayangkan dengan kondisi aktivis
yang demikian yang tidak bisa memilah dan memilih prioritas yang menjadi kebutuhan,
keperluan dan keinginan harus mengurusi kewajiban yang menajdi kebutuhan orang
banyak. Bisakah dia membedakan prioritas kebutuhan mereka dengan benar? Atau malah
dia akan memanfaatkan kebutuhan mereka untuk keinginan pribadi.
Jadi akan sangat bisa berfungsi secara maksimal seoarang aktivis yang bisa
membedakan prioritas kebutuhan ataupun prioritas fungsi pada setiap apa yang
akan dijalani dan dimiliki. Karenan dengan memahami betul skala prioritas kita
akan menajd lebih tertata dan lebih menuai hasi dan manfaat yang sempurna.
Dengan memahami fungsi dengan baik kebaikan yang lain akan mengikuti. Tentu
kita harus meluruskan kembali pemahaman tetang prioritas itu sendiri sebagai
cara dengan mengutamakan sesuatu untuk
memperoleh kegunaan atau manfaat yang maksimal.
Perkembangan dan kemajuan adalah niscaya, begitupun dengan dampak –baik
positif atau negatif-, tugas kita adalah meminimalisir dampak negatif dan
memaksimalkan manfaat seluas-leasnya dari setiap apa yang ada. Karena manusia
adala pangkal dari perubahan dan perkembangan sekaligus kontrol dari setiap apa
yang diciptakannya.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar sesuai topik yang dibicarakan, gunakan kata-kata yang baik dan tidak mengandung sara, p*rn*gr*fi, dan sebagainya. Setiap komentar yang anda kirimkan akan sangat berharga bagi kami. Terimakasih!