Bersyukurlah Bidikmisi
Oleh: Ali Chaidar
Sejak sekolah dasar mungkin tak
pernah terbayangkan kita akan bersekolah gratis di perguruan tinggi. Yang terbayang hanya keinginan untuk terus
berprestasi , mendapatkan juara, ranking kelas tertinggi, membahagiakan oran
tua, menjaga hati semua guru, berusaha menjalankan tugas dan pekerjaan rumah
dengan baik. Rasa kemanusain para pelajar remaja bangku menengah pertama dan atas yang begitu
menggebu-gebu meraih berbagai macam ilmu pengetahuan sesuai jurusan masing masing. Niat yang begitu polos
dan ikhlas telah mengantarkan segenap siswa itu pada medan keberuntungan.
Keiklasan telah mengajarkan arti
kehidupan secara mendalam. Kita diciptakan unutk beribadah, belajar dan menahan
segala musibah sekuat dan sesabar mungkin. Hingga akhirnya kita berhasil meraih
suatu hal yang didamba-dambakan banyak siswa lain. Orang-orang menyebutnya
dengan nama BIDIKMISI; Beasiswa
Bidikmisi adalah bantuan biaya pendidikan dari pemerintah Republik Indonesia
melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara ekonomi dan memiliki potensi
akademik, baik untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada program studi
unggulan sampai lulus tepat waktu. Program ini diselenggarakan sejak tahun
2010.[1]. Menempuh pendidikan di perguruan tinggi tanpa
biaya administrasi dan bahkan ada sisa dari beasiswa tersebut adalah anugrah
yang tak akan terlupakan hingga hari tua. Sedemikian beruntung para penerima
bidikmisi dengan segala kasih sayangnya. Rezeki yang tak boleh dikhianati oleh
orang yang memperolehnya. Bidikmisi laksana nikmat lain seperti perihal
kemampuan melihat yang tak boleh diarahkan pada penglihatan yang haram.
Demikian halnya dengan beasiswa yang seharusnya dilarikan pada haknya. Kita
bisa membantu orang tua, kursus sesuai minat, dan ada banyak peuang lain dengan
biaya itu.
Tak jarang sebagaina penerima
bidikmisi mengatakan beasiswanya kurang. Tak seperti itu harusnya perkataan itu
terlontar dari seorang yang bijaksana. Seorang yang arif mengetahui kemanakah
uangnya akan dilarikan. Terdengar kata-kata yang mengatakan bahwa”uang yang
dihasilkan secara mudah akan cepat habis”. Tak seharusnya orang yang berfikir
sehat akan membenarkan perkataan tersebut. Banyak orang kaya memperoleh
kekayaannya dengan susah payah.
Prinsipnya mereka selalu mengarahkan uangnya dengan baik. Administrasi keuangan harian dan bulanan bagi
mereka merupakan seseuatu yang sangat urgen. Orang cina selalu bertahan
mengahadapi masa-masa kritis. Orang cina tak mau menjual barangnya jauh dari
harga beli. Sedamikian rapinya orang-orang suskes tersebut mengatur keuangan
dengan ketat. Bukan peit, semua ada tempatnya.
Nasehat
manajemen keuangan bagi penerima bidikmisi:
- Sedekah pada ketua umum :P...wkkwkwkwkwkw
- Pakai injector....kwkwkwkkwk
- Bercanda woyyy...tapi gak papa juga..
- Ikutilah nasehat bendahara STAIN pemekasan. "Kelolalah beasiswa kalian secara berkala dan teratur setiap bulan”. Ada banayak kendala yang terkadang mengharuskan kita mengeluarkan receh melebihi dari jatah perbulan. Boleh saja semua beasiswa yang dikeluarkan oleh negara cair secara penuh, dan itu bisa dieksplorasi secara utuh. Sebenarnya penulis tidak berfokus pada pemahaman bahwa semua harus serba idealis dan ada tata aturan sedemikian rupa. Inti poin pertama, keluarkan jatah tersebut secara teratur
- Pikirkanlah fiosofi beasiswa tersebut. My trip my adventure! Kata-kata yang sangat menyenangkan unutuk diucakan saat jalan-jalan. Apalagi uangnya gratis. Hahaha tidaklah demikian halnya dengan orang yang arif. Beasiswa adalah untuk mengembangkan diri. Boleh saja doing the trip, tapi perlu dipikirkan secara mendalam trip yang seperti apa? Apakah hanya refreshing atau akan trip yang menambah pengetahuan? Mahasiswa sangat mampu membedakan kedua niat hitam dan putih, dia selalu tahu dampak dan akibatnya. Tak hanya tirp, fashion! Boleh saja beasiswa jadi baju, tapi tak selayaknya brelebihan menggunakanya. Makanan, aksesoris, dan segala keperluan dan kepentingan lain perlu dipikir secara matang. Benarkah kepentingan kita melebihi sendiri akan mendahului kepentingan pemerintah(mencetak mahasiswa berprestasi)? Jawabanya, kembali ke filosofi Bidikmisi!
- Bedakanlah uang bidikmisi dengan uang lain baik secara fisik dan mental. Hahahah masak uaang punya mental???maksudnya mirip poin pertama. Bagaimanakah jika kita pinjamkan uang kita pada orang lain, sementara bulan depan kita akan kewalahan. Boleh saja bagi yang sudah bekerja untuk meminjamkan uangnya suka-suka. Dia biasa mendapatkan uang lagi dengan berkerja lebih keras. Namun bagi yang tidak bekerja dan hanya bergantung pada bidikmisi, itu sangat konyol (termasuk penulis). Saat beasiswa baru dicairkan, ludes beli ini, pinjemin kesini, ikut ini, pesen ini, makan ini, dan semacamnya. Bulan kedua lalu pinjem ke orang lain. Apa ini tidak gila? Bukan salah toko yang menjul makanan enak, bukan salah yang minjam uang, bukan salah orang yang menerima pesanan. Penyebabnya adalah...hiks...hiks...hiks...jadi malu dech ngucapinya.
- Sedekahkanlah semampunya selama tidak konyol. Kok ada sedekah konyol? Ya ada! apa tidak gila orang berilmu, bergama islam, mengatakan bahwa Allah adalah cintanya sedangkan ia menyedekahkankan uangnya buat acara dugem, diskotik, dan berbagai hal yang TAK BERMANFAAT? Nabi bersabda bahwa sedekah adalah seseuatu yang harus dilakukan dan sangat dicintai oleh Allah SWT. Sampai ada maqal yang mengatakan bahwa sedekah akan menunda kematian. Lagi pula tuhan hanya menunutut sedikit sekali dari apa yang kita peroleh. Yang wajib saja hanya 2,5% dari yang kita peroleh. 150 ribu dari total 6 juta...yaelah matematis banget. Udahlah para akademisi sangat mengerti!
- Pamitlah ke orang tua uangnya mau dibelikan apa! Pertanyaan di kepala akan membikin pusing mereka berdua! Dan itu perilaku negatif. Akan ada pertanyaan di benak orang tua ” kemana ya kok enam juta gak ada kabarnya? Ya beda lagi dengan ortu yang sudah pasrah, Tapi rasanya sangat tidak etis jika sebelum melakukan segala sesuatu tidak didiskusikan dengan orang tua (asalakan orang tuanya tidak KILLER!,,,,membunuh kreatifitas dan melarang yang semestinya, suka ngotot, gak mau diajak diskusi dan sebagainya ...ya anaknya juga harus tahu diri). Intinya orang tua juga ikut andil dalam berkahnya uang bidikmisi.
Sebenernya penulis
juga suka bobrok make beasiswanya. Tapi mulai tulisan ini diketik, mari berubah
dan saling mengingatkan! Semoga Allah mengapuni kita semua lantaran perkataan
yang masih belum mampu sepenuhnya dikerjakan sendiri terlebih dahulu. Ya kalau
gak terima diperingatkan, laaaaa je’iyeh. Mari kita sama –sama mengejar
keridloan Allah dengan segala kemampuan kita. Wabillahi at-Taufiq.
test :) :( =D
BalasHapus