KETIKA ANDA MANUT BUTA, APAKAH SIKAP ANDA SUDAH BENAR?
![]() |
Credits Al Marge |
Oleh: Ali Chaidar
Sejak kecil kita belajar di Sekolah Dasar, SMP, SMA dan kuliah di Universitas. Nuansa pembelajaran benar-benar meyakinkan kita bahwa kesemuanya itu adalah kasih sayang dan kebenaran. Sebenarnya para guru ibarat surat kabar saja, Atau seperti kaset yang bertugas hanya sebagai media penghantar. Memang tugas guru tak sepenuhnya berfungsi sebagai kaset. Ada banyak hal yang dikembangkan dan dijelaskan oleh seorang guru kepada para anak didik. Materi yang mereka pelajari akan dipoles dengan media-media tertentu. Para guru menambah informasi, anlogi dan pendapatnya sendiri agar para siswa mengerti dan bertambah yakin dengan teori yang ia sampaikan. Namun sayang sekali lagi sangatlah tragis jika teori dijadikan sebagai bahan ajar dogmatif.
Dogma adalah ajaran yang harus dianut penuh oleh semua jamaah baik peserta didik bahkan manusia seluruhnya. Anak-anak dipaksakan sekan tak berhak membantah lagi teori yang ada. Contoh yang real adalah jawaban ujian nasional yang berupa pilihan pasti. Secara otomatis peserta didik dicambuk dengan ketidak lulusan saat mencoba melawan teori yang ada. Sangat naif jika sebuah teori kemudian dipaksakan sebagai sebuah keyakinan.
Lalu apakah tidak ada skandal atau skenario yang sengaja dibuaat? Teori tetaplah teori! Lalu mengapa jika tak mempercayai dogma teoritis itu tak bisa lulus sekolah? Akankah hal yang demikian tak memiliki kepentingan?
Demikian anomali yang terlintas bagi orang yang berfikir. Para pengajar sejati tak serta merta mendoktri anak didik. Mereka selalu membuka jalan pemikiran bagi siswanya untuk melihat kenyataan. tapi yang terjadi sekarang, teori yang sedang error masih banyak yang terus dipaksakan. Bahkan yang lebih ekstrim lagi guru yang jelas memahami konsep agama mau saja meneruskan ajaran yang sama sekali sangat bertolak belakang.
Para guru hanya menjalankan tugasnya saja. Jika ia tidak menyampaikan kurikulum yang ada maka dia tak akan dianggap melanggar peraturan pemrintah. Demikian juga pemerintah yang juga menyepakati hasil oleh kurikulum dari para ilmuan yang bertugas. Jika tak sama dengan hasil riset para ilmuan maka pemerintah juga bersalah. Demikian para ilmuan menyusun kurikulum berdasalakan hasil riset. Riset yang valid yang menghasilkan sebuah teori. Dan teori inilah yang dijarkan. Dan sekali lagi riset itu sangat subjektif.
Pemaksaan teori adalah kejahatan intelektual. Tuhan saja membuka kesempatan pada hambanya untuk terus berfikir secara mendalam. Agama pun tuhan malah memancing para hambanya untuk terus bertanya dan berfikir! Haram hukumnya menganggap diri sebagai pemilik kebenaran. Apalagi hanya teori dari seorang manusia.Teori bisa saja salah karna sifatnya yang sangat subjektif. Hampir semua teori memiliki kelemahan. Pada saat tertentu teori tak dapat menjawab sebuah kejadian alamiah. Sekali lagi kita ingat teori malah dipaksakan untuk dipercayai. Ada beribu alasan untuk menjawab kejadian tersebut.
Dari berbagai persoalan ini, seharusnya hati kita sedikit tergerak. Hal ini adalah jalan hidup dan sangat berpengaruh pada kehidupan kita sekarang dan di masa yang akan datang. Apalagi seorang manusia yang tergolong agent of change. Lalu bagaimana mungkin seorang mahasiswa hanya datang dan duduk lalu pulang tanpa mengungkapkan suatu gagasan ataupun minimal refleksi dari sebuah informasi yang bertebaran dan menjadi kepercayaan umum?
Ada banyak hal yang menyebabkan kelalaian manusia dan termasuk manusia kampus. Berbagai godaan dan kenyamanan telah membudaya. Tak lagi didapat suasana yang kritis bak zaman perjuangan. Nan jelas jiwa pak Karno tak akan lahir ditengah kemanjaan. Oleh karena itu mari open mind! Anggap saja kita selalu terpuruk walaupun kenyataannya kita benar –benar terpuruk dalam penjajahan ekonomi, kita diperbudak tanpa cambuk. Kita dimanfaatkan tanpa imabalan. Uang gaji sungguh bukan apa-apa bagi penguasa. Kita teladani para penguasa ekonomi, tapi tidak dengan sama sama mati-matian menumpuk kesarakahan dunia. Tapi semangat itu harus dihalau pada kebajikan. Mewujudkan kesejahteraan bersama dan bukan segolongan!
Sejak kecil kita belajar di Sekolah Dasar, SMP, SMA dan kuliah di Universitas. Nuansa pembelajaran benar-benar meyakinkan kita bahwa kesemuanya itu adalah kasih sayang dan kebenaran. Sebenarnya para guru ibarat surat kabar saja, Atau seperti kaset yang bertugas hanya sebagai media penghantar. Memang tugas guru tak sepenuhnya berfungsi sebagai kaset. Ada banyak hal yang dikembangkan dan dijelaskan oleh seorang guru kepada para anak didik. Materi yang mereka pelajari akan dipoles dengan media-media tertentu. Para guru menambah informasi, anlogi dan pendapatnya sendiri agar para siswa mengerti dan bertambah yakin dengan teori yang ia sampaikan. Namun sayang sekali lagi sangatlah tragis jika teori dijadikan sebagai bahan ajar dogmatif.
Dogma adalah ajaran yang harus dianut penuh oleh semua jamaah baik peserta didik bahkan manusia seluruhnya. Anak-anak dipaksakan sekan tak berhak membantah lagi teori yang ada. Contoh yang real adalah jawaban ujian nasional yang berupa pilihan pasti. Secara otomatis peserta didik dicambuk dengan ketidak lulusan saat mencoba melawan teori yang ada. Sangat naif jika sebuah teori kemudian dipaksakan sebagai sebuah keyakinan.
Lalu apakah tidak ada skandal atau skenario yang sengaja dibuaat? Teori tetaplah teori! Lalu mengapa jika tak mempercayai dogma teoritis itu tak bisa lulus sekolah? Akankah hal yang demikian tak memiliki kepentingan?
Demikian anomali yang terlintas bagi orang yang berfikir. Para pengajar sejati tak serta merta mendoktri anak didik. Mereka selalu membuka jalan pemikiran bagi siswanya untuk melihat kenyataan. tapi yang terjadi sekarang, teori yang sedang error masih banyak yang terus dipaksakan. Bahkan yang lebih ekstrim lagi guru yang jelas memahami konsep agama mau saja meneruskan ajaran yang sama sekali sangat bertolak belakang.
Para guru hanya menjalankan tugasnya saja. Jika ia tidak menyampaikan kurikulum yang ada maka dia tak akan dianggap melanggar peraturan pemrintah. Demikian juga pemerintah yang juga menyepakati hasil oleh kurikulum dari para ilmuan yang bertugas. Jika tak sama dengan hasil riset para ilmuan maka pemerintah juga bersalah. Demikian para ilmuan menyusun kurikulum berdasalakan hasil riset. Riset yang valid yang menghasilkan sebuah teori. Dan teori inilah yang dijarkan. Dan sekali lagi riset itu sangat subjektif.
Pemaksaan teori adalah kejahatan intelektual. Tuhan saja membuka kesempatan pada hambanya untuk terus berfikir secara mendalam. Agama pun tuhan malah memancing para hambanya untuk terus bertanya dan berfikir! Haram hukumnya menganggap diri sebagai pemilik kebenaran. Apalagi hanya teori dari seorang manusia.Teori bisa saja salah karna sifatnya yang sangat subjektif. Hampir semua teori memiliki kelemahan. Pada saat tertentu teori tak dapat menjawab sebuah kejadian alamiah. Sekali lagi kita ingat teori malah dipaksakan untuk dipercayai. Ada beribu alasan untuk menjawab kejadian tersebut.
Dari berbagai persoalan ini, seharusnya hati kita sedikit tergerak. Hal ini adalah jalan hidup dan sangat berpengaruh pada kehidupan kita sekarang dan di masa yang akan datang. Apalagi seorang manusia yang tergolong agent of change. Lalu bagaimana mungkin seorang mahasiswa hanya datang dan duduk lalu pulang tanpa mengungkapkan suatu gagasan ataupun minimal refleksi dari sebuah informasi yang bertebaran dan menjadi kepercayaan umum?
Ada banyak hal yang menyebabkan kelalaian manusia dan termasuk manusia kampus. Berbagai godaan dan kenyamanan telah membudaya. Tak lagi didapat suasana yang kritis bak zaman perjuangan. Nan jelas jiwa pak Karno tak akan lahir ditengah kemanjaan. Oleh karena itu mari open mind! Anggap saja kita selalu terpuruk walaupun kenyataannya kita benar –benar terpuruk dalam penjajahan ekonomi, kita diperbudak tanpa cambuk. Kita dimanfaatkan tanpa imabalan. Uang gaji sungguh bukan apa-apa bagi penguasa. Kita teladani para penguasa ekonomi, tapi tidak dengan sama sama mati-matian menumpuk kesarakahan dunia. Tapi semangat itu harus dihalau pada kebajikan. Mewujudkan kesejahteraan bersama dan bukan segolongan!
Sip sangat bermanfaat.
BalasHapusKalo boleh saran bagaimana kalo judulnya tidak kapital semua. Karena dalam ebi diperintahkan bahwa setiap kalimat dalam judul dikapitalkan. Salam sukses semua.
BalasHapus